Kekerasan Seksual Diruang Digital

Kekerasan Seksual Diruang Digital Peran Pihak Mampu Entaskan

Kekerasan Seksual Diruang Digital Peran Pihak Mampu Entaskan Nena Mawar Sari, S.Psi., Psikolog., Cht., menyampaikan urgensi kerja sama lintas sektor dalam menghadapi maraknya kekerasan seksual yang terjadi di ranah digital.

Menurutnya, upaya pencegahan tidak dapat dilakukan secara parsial melainkan harus dibangun melalui sinergi antara pemerintah, orang tua, tenaga pendidik, serta aparat penegak hukum.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh ANTARA dari Jakarta pada Senin (9/6), Nena menjelaskan bahwa salah satu langkah strategis yang dapat ditempuh adalah pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai unsur tersebut guna menciptakan sistem pencegahan dan perlindungan yang komprehensif di ruang maya.

Menurut Nena, pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan kebijakan dan perangkat hukum yang mampu menyesuaikan diri dengan dinamika serta potensi ancaman di dunia digital.

Kekerasan Seksual Diruang Digital Regulasi Dan Kebijakan

Perdamaian Vs Kekerasan Seksual di Era 5.0 - Beranda Inspirasi

Penguatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi salah satu contoh konkret bagaimana negara harus hadir memberikan perlindungan hukum terhadap warga negara, khususnya anak-anak dan remaja yang menjadi kelompok rentan terhadap eksploitasi seksual daring.

Ia menekankan bahwa peraturan tersebut perlu diperbaharui secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan teknologi informasi, termasuk di dalamnya perlunya pengaturan yang lebih spesifik mengenai konten digital yang bersifat pornografis, kekerasan, maupun penipuan seksual bermodus online.

Selain penguatan regulasi oleh pemerintah, Nena menegaskan pentingnya peran keluarga, khususnya orang tua, dalam menciptakan lingkungan yang aman, suportif, dan terbuka bagi anak. Ia menyatakan bahwa komunikasi yang hangat, penuh empati, dan bebas dari sikap menghakimi menjadi kunci utama dalam membangun hubungan yang sehat antara anak dan orang tua.

“Ketika anak merasa nyaman berbicara dan berbagi cerita di rumah, potensi mereka untuk mencari informasi atau validasi dari luar—termasuk pihak-pihak yang berniat jahat—dapat diminimalisir,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa banyak konten digital yang tidak dapat dipantau secara langsung oleh orang tua, mulai dari game online, situs judi, hingga materi pornografi yang beredar luas melalui media sosial dan aplikasi pesan instan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk secara aktif membangun literasi digital serta menjadi teman diskusi yang menyenangkan bagi anak-anak mereka.

Patroli Siber dan Peran Penegak Hukum

Nena juga menyoroti pentingnya kehadiran aparat penegak hukum dalam dunia maya, melalui patroli siber yang aktif dan terstruktur. Ia berharap, selain melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan digital, aparat juga mampu melakukan pemantauan terhadap akun atau platform yang berpotensi menjadi sarana terjadinya kekerasan seksual.

“Diperlukan satuan tugas yang fokus melakukan patroli di dunia digital, seperti halnya aparat yang berjaga di ruang publik fisik. Hal ini untuk menjamin adanya rasa aman dalam penggunaan media digital oleh masyarakat,” imbuhnya.

Peran berbagai pihak mampu entaskan kekerasan seksual di ruang digital - ANTARA News

Ia menambahkan, penguatan satuan siber di bawah kepolisian maupun kerja sama dengan perusahaan penyedia layanan internet juga menjadi langkah konkret yang dapat diambil untuk menekan peredaran konten berbahaya serta mengidentifikasi perilaku predator seksual secara daring.

Peran Dunia Pendidikan dan Tenaga Profesional

Dari sudut pandang pendidikan, Nena menyarankan perlunya integrasi materi edukatif yang berkaitan dengan perlindungan diri dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah. Materi tersebut tidak hanya terbatas pada aspek biologis, tetapi juga harus mencakup pemahaman emosional dan psikologis yang menyeluruh.

“Pendidikan seksualitas bukan semata-mata membahas soal anatomi tubuh, tetapi bagaimana seseorang dapat memahami batas personal, menghargai dirinya sendiri, serta mengenali tanda-tanda pelecehan atau kekerasan sejak dini,” jelasnya.

Ia menyebutkan bahwa kolaborasi antara guru, psikolog, petugas kesehatan, serta orang tua perlu terus diperkuat melalui berbagai program literasi dan pendampingan, agar pesan-pesan edukasi tersebut dapat diterima secara konsisten oleh anak-anak di berbagai tingkatan usia.

Urgensi Penguatan Literasi Digital

Dalam kesempatan yang sama, Nena mengingatkan bahwa literasi digital menjadi pondasi utama dalam mencegah berbagai bentuk kekerasan di ruang maya. Anak-anak perlu dibekali dengan pemahaman mengenai risiko, etika, dan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi informasi.

Ia juga mendorong tersedianya platform edukasi yang bersifat interaktif, kreatif, dan ramah anak guna mendekatkan pemahaman tersebut secara lebih efektif. “Bentuknya bisa berupa video, komik, game edukatif, hingga pelatihan daring yang dikemas menarik,” sarannya.

Baca Juga : Rahasia Self Love Jessica Iskandar, Tetap Punya Waktu Perawatan di Tengah Kesibukan sebagai Ibu

Kesimpulannya, pencegahan kekerasan seksual di ruang digital bukanlah tanggung jawab satu pihak semata, melainkan merupakan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Peran aktif dari pemerintah, keluarga, lembaga pendidikan, aparat penegak hukum, serta tenaga profesional psikologi sangat dibutuhkan untuk membangun sistem perlindungan anak yang utuh dan berkelanjutan.

Dengan membentuk lingkungan digital yang aman, mendidik, dan berpihak pada korban, Indonesia dapat menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara emosional dan etis dalam menghadapi tantangan era digital.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *