Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital

Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital

Di era digital yang semakin kompleks, tantangan dalam mendampingi anak tidak lagi hanya berasal dari lingkungan fisik, tetapi juga dari dunia maya. Salah satu isu yang perlu mendapat perhatian serius adalah pengaruh gender ekstrem atau radikalisme gender yang tersebar melalui berbagai platform digital. Dalam konteks ini, digital parenting atau pola asuh berbasis literasi digital menjadi kunci penting dalam mencegah anak-anak terpapar pandangan menyimpang terkait gender dan identitas diri.

Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital
Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital

Pola asuh digital mengacu pada cara orang tua mendampingi, mengawasi, dan membimbing anak saat menggunakan perangkat digital dan mengakses internet. Melalui pendekatan yang tepat, orang tua tidak hanya melindungi anak dari konten berbahaya, tetapi juga membentuk cara berpikir kritis, empati, dan kesadaran sosial yang sehat, termasuk dalam hal memahami keragaman gender.


Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital

Radikalisme gender bukan sekadar perbedaan pendapat tentang identitas atau ekspresi gender, tetapi lebih pada sikap ekstrem yang menyebarkan pandangan sempit, intoleran, atau bahkan menyesatkan tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat. Beberapa bentuk radikalisme gender yang muncul di media digital antara lain:

  • Konten yang menyudutkan atau merendahkan identitas gender tertentu

  • Narasi yang mengaburkan batas antara edukasi gender dan doktrin ideologis ekstrem

  • Penggambaran stereotip yang tidak sehat tentang maskulinitas dan feminitas

  • Ajakan mengikuti paham gender ekstrem yang tidak sesuai dengan nilai keberagaman dan toleransi

Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap paparan ini karena mereka sedang berada dalam fase pencarian jati diri. Ketika narasi yang mereka temui tidak diimbangi dengan pendampingan orang tua, risiko pengaruh negatif akan semakin besar.


Pentingnya Peran Orang Tua sebagai Pendamping Digital

Orang tua memegang peran utama dalam membentuk perspektif anak tentang gender, baik melalui percakapan langsung maupun melalui kontrol atas informasi yang anak akses. Pola asuh digital memungkinkan orang tua untuk:

  • Mengetahui apa saja platform digital yang sering digunakan anak

  • Memahami jenis konten yang dikonsumsi anak secara daring

  • Memberikan pengawasan secara bijak tanpa harus mengekang

  • Mengajak diskusi terbuka tentang konten sensitif seperti isu gender

Ketika anak merasa didengarkan dan diberi ruang untuk bertanya, mereka akan lebih nyaman berdiskusi dan cenderung tidak mencari jawaban sendiri dari sumber-sumber yang tidak terpercaya.


Belajar dari Serial dan Film: Studi Kasus Serial “Adolescence”

Salah satu contoh relevan datang dari serial fiksi edukatif berjudul Adolescence, yang menceritakan tentang kehidupan remaja dalam menghadapi tekanan sosial, identitas, dan pengaruh digital. Dalam salah satu episodenya, diperlihatkan bagaimana karakter utama terjebak dalam narasi gender ekstrem di forum daring yang menyamar sebagai ruang diskusi remaja.

Serial ini menyoroti pentingnya peran orang tua dan guru dalam mendampingi anak yang sedang mengalami kebingungan identitas atau menerima konten manipulatif yang dibungkus dalam narasi kebebasan berekspresi. Dari sini kita belajar bahwa pendekatan penuh empati dan keterbukaan dari keluarga dapat membantu anak keluar dari pengaruh negatif tanpa merasa dihakimi.

Baca juga:Ide OOTD Street Style ala Marsha JKT48 yang Bisa Kamu Coba


Langkah Praktis Pola Asuh Digital untuk Mencegah Radikalisme Gender

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diterapkan orang tua dalam pola asuh digital sehari-hari:

1. Bangun Komunikasi Terbuka

Ciptakan lingkungan rumah yang terbuka terhadap diskusi. Biarkan anak merasa aman menyampaikan pertanyaan atau keraguan tentang identitas gender dan peran sosial yang mereka lihat di internet.

2. Gunakan Filter dan Parental Control

Manfaatkan fitur pengawasan digital pada gawai dan aplikasi. Pengaturan ini dapat menyaring konten yang tidak sesuai usia dan memantau aktivitas daring anak secara bijak.

3. Edukasi Literasi Digital Sejak Dini

Ajarkan anak untuk berpikir kritis saat menerima informasi. Bekali mereka dengan kemampuan untuk membedakan mana opini pribadi, mana fakta ilmiah, dan mana propaganda atau ajakan ekstrem.

4. Diskusikan Isu Gender Secara Sehat

Jelaskan konsep gender sebagai spektrum dalam konteks sosial dan budaya, tanpa menghakimi. Dorong anak untuk menghargai keberagaman dan tidak mudah terpancing oleh narasi provokatif.

5. Libatkan Sekolah dan Komunitas

Ajak sekolah atau komunitas lokal untuk mengadakan kelas parenting digital atau seminar isu-isu sensitif remaja. Kolaborasi antara orang tua, guru, dan psikolog sangat membantu membentuk pemahaman yang seimbang.


Tantangan Pola Asuh Digital di Era Konten Bebas

Meski digital parenting merupakan solusi, tantangannya tidak kecil. Banyak konten digital yang menyebar dengan sangat cepat dan tidak mudah difilter sepenuhnya. Selain itu, budaya tabu dalam membicarakan isu gender membuat banyak orang tua merasa tidak nyaman atau kurang siap membahas topik ini dengan anak.

Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk terus meng-upgrade wawasan dan keterampilan parenting mereka. Mengikuti webinar, membaca literatur parenting modern, dan berdiskusi dengan sesama orang tua bisa menjadi cara efektif memperluas pemahaman.


Kesimpulan

Paparan radikalisme gender melalui media digital merupakan tantangan nyata dalam pengasuhan anak masa kini. Namun dengan pendekatan pola asuh digital yang tepat, orang tua dapat membekali anak dengan nilai-nilai kritis, inklusif, dan toleran sejak dini.

Digital parenting bukan soal mengontrol secara berlebihan, tetapi tentang menjadi teman diskusi yang dipercaya, pengawas yang bijak, dan pendidik yang peka terhadap dinamika zaman. Dengan begitu, anak tidak hanya terlindung dari konten berbahaya, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang mampu memaknai identitas dan perbedaan dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *