Asal Usul Tari Gandrung Warisan Khas Banyuwangi
Tari Gandrung merupakan salah satu ikon budaya yang paling dikenal dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan warisan tradisional yang mencerminkan perjalanan sejarah, nilai-nilai spiritual, serta dinamika sosial masyarakat Banyuwangi.
Berasal dari tradisi suku Osing—penduduk asli Banyuwangi—Tari Gandrung telah mengalami transformasi dari ritual sakral menjadi simbol identitas budaya dan daya tarik pariwisata daerah.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam asal usul Tari Gandrung, makna yang terkandung di dalamnya, peranannya dalam kehidupan masyarakat, serta bagaimana ia terus bertahan dan berkembang hingga menjadi ikon Banyuwangi.
Asal Usul Tari Gandrung Warisan Khas Banyuwangi
Tari Gandrung memiliki akar sejarah yang sangat panjang, bahkan dipercaya sudah ada sejak abad ke-18. Asal usul tarian ini berkaitan erat dengan peristiwa wabah penyakit yang pernah melanda wilayah Blambangan (nama kuno Banyuwangi) pada masa kerajaan Hindu-Buddha dan awal penyebaran Islam di Jawa Timur.
Konon, setelah masyarakat Blambangan selamat dari wabah mematikan, mereka mengadakan ritual syukuran sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan panen. Ritual tersebut kemudian berkembang menjadi pertunjukan tari yang dilakukan oleh seorang penari wanita sebagai simbol kehidupan yang kembali makmur. Dari sinilah muncul istilah “Gandrung” yang berarti terpikat atau tergila-gila, menggambarkan masyarakat yang “gandrung” akan keselamatan dan kemakmuran yang telah kembali.
Pengaruh Hindu, Islam, dan Budaya Lokal
Sebagai wilayah yang berada di persimpangan pengaruh Hindu-Buddha dan Islam, Banyuwangi mengalami proses akulturasi budaya yang kompleks. Tari Gandrung merupakan contoh nyata dari proses ini. Tarian ini menggabungkan elemen-elemen dari kepercayaan lokal, nilai spiritual Hindu, serta nilai-nilai etika dan kesopanan dari budaya Islam.
Awalnya, penari Gandrung adalah laki-laki yang berdandan seperti perempuan, karena perempuan dilarang tampil di depan umum. Namun, seiring perkembangan zaman dan masuknya nilai-nilai baru, penari Gandrung kini didominasi oleh perempuan. Pergeseran ini mencerminkan adaptasi budaya yang fleksibel namun tetap menjaga nilai estetika dan spiritualitas tarian.
Makna Filosofis Tari Gandrung
Lebih dari sekadar hiburan, Tari Gandrung mengandung filosofi mendalam. Kata “gandrung” sendiri melambangkan perasaan cinta, kekaguman, dan keterpautan hati. Dalam konteks pertunjukan, penari Gandrung tidak hanya menari, tetapi juga mengundang penonton laki-laki untuk ikut menari dalam bagian tertentu, disebut “jejer”.
Interaksi ini bukan sembarang hiburan, melainkan simbol hubungan harmonis antara manusia dengan sesama dan dengan alam. Penari Gandrung bertindak sebagai perantara yang menyatukan perasaan, gerak, dan irama, mengajak hadirin larut dalam suasana penuh makna.
Kostum dan Iringan Musik yang Khas
Salah satu ciri khas Tari Gandrung terletak pada kostumnya yang mencolok dan sarat makna. Penari Gandrung mengenakan:
-
Kebaya berwarna terang (biasanya merah atau emas), simbol semangat dan kehidupan.
-
Omprok (mahkota), aksesori kepala berbentuk menyerupai burung merak, melambangkan keanggunan.
-
Selendang, digunakan dalam interaksi dengan penonton.
-
Jarik batik, kain panjang khas Jawa Timur yang menunjukkan identitas budaya lokal.
Sementara itu, iringan musik Tari Gandrung biasanya dimainkan oleh kelompok musik tradisional yang disebut “Gamelan Osing“, yang terdiri dari gong, kendang, biola, dan kluncing. Biola, meskipun bukan instrumen tradisional Jawa, telah menjadi unsur khas dalam irama Gandrung yang mendayu dan menggugah suasana.
Fungsi Sosial dan Budaya di Masyarakat
Tari Gandrung tidak hanya ditampilkan di panggung seni, tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat dan perayaan masyarakat, seperti:
-
Selametan desa
-
Festival panen
-
Penyambutan tamu kehormatan
-
Pernikahan atau hajatan besar
Dalam konteks ini, Tari Gandrung berfungsi sebagai media komunikasi budaya, yang memperkuat rasa kebersamaan, identitas komunitas, dan pelestarian nilai-nilai lokal.
Perjalanan Menjadi Ikon Banyuwangi
Dalam dua dekade terakhir, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi aktif mempromosikan Tari Gandrung sebagai bagian dari program Banyuwangi Festival. Setiap tahun, ribuan penari Gandrung tampil dalam Gandrung Sewu, pertunjukan kolosal di Pantai Boom yang melibatkan pelajar hingga seniman profesional.
Acara ini menjadi magnet wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Selain itu, Gandrung juga sering tampil di ajang budaya internasional seperti di Korea Selatan, Jepang, dan Eropa, sebagai representasi budaya Indonesia yang eksotis dan penuh daya tarik.
Pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda juga mendorong makin besarnya perhatian terhadap pelestarian tarian ini. Pemerintah daerah pun melibatkan sekolah-sekolah untuk mengajarkan Tari Gandrung kepada generasi muda sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal.
Modernisasi dan Tantangan Pelestarian
Meskipun semakin populer, Tari Gandrung juga menghadapi tantangan. Modernisasi budaya dan perubahan selera generasi muda membuat tarian tradisional kerap dianggap kurang menarik. Untuk mengatasi hal ini, para seniman dan pegiat budaya berinovasi dengan:
-
Mengemas Tari Gandrung dalam bentuk pertunjukan teatrikal.
-
Koreografi yang lebih dinamis tanpa meninggalkan pakem tradisional.
-
Menggabungkan musik tradisional dan instrumen modern (seperti synth dan gitar akustik).
-
Kolaborasi dengan seniman dari disiplin seni lain seperti tari kontemporer dan musik elektronik.
Langkah-langkah ini membuktikan bahwa seni tradisi bisa tetap relevan sepanjang mau beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Baca juga:Pesawat Ini Terbang Tanpa Pilot Selama 10 Menit akibat Kopilot Pingsan
Penutup: Gandrung yang Terus Bergema
Tari Gandrung adalah lebih dari sekadar tarian. Ia adalah ekspresi cinta, syukur, dan identitas yang tumbuh dari tanah Banyuwangi. Dalam setiap geraknya, Gandrung menceritakan sejarah masyarakat Osing, perjumpaan budaya, serta semangat kolaborasi antara masa lalu dan masa kini.
Keberhasilannya menjadi ikon daerah tidak lepas dari kekuatan nilai budaya yang dibawanya, serta komitmen masyarakat dan pemerintah dalam menjaga serta mengembangkan warisan ini. Di tengah arus globalisasi, Tari Gandrung membuktikan bahwa budaya lokal bisa bersaing di panggung dunia dengan keunikan dan pesona yang tak lekang oleh waktu.
Melalui pelestarian dan inovasi, Tari Gandrung akan terus bergema—menjadi inspirasi, menjadi jati diri, dan menjadi kebanggaan Banyuwangi, Indonesia, dan dunia.