Pengelolaan Mangrove Dinilai Masih Elitis dan “Project-Oriented”
Indonesia merupakan negara dengan kawasan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove memiliki fungsi vital, tidak hanya sebagai pelindung alami dari abrasi dan tsunami, tetapi juga sebagai habitat berbagai spesies dan penyerap karbon yang sangat efektif.
Namun, pengelolaan mangrove di Indonesia dinilai masih jauh dari ideal. Banyak pihak menilai pendekatan yang digunakan terlalu elitis dan berorientasi proyek, bukan berbasis masyarakat atau keberlanjutan jangka panjang.
Dominasi Proyek-Orientasi dan Minimnya Partisipasi Masyarakat
Banyak program rehabilitasi mangrove didanai oleh lembaga donor atau proyek pemerintah, namun pelaksanaannya seringkali dilakukan tanpa melibatkan masyarakat lokal secara aktif.
Pendekatan ini membuat masyarakat sekitar tidak memiliki rasa kepemilikan atas kawasan yang direhabilitasi.
Setelah proyek selesaibanyak kawasan mangrove kembali rusak karena tidak ada pemeliharaan berkelanjutan. Hal ini memperkuat anggapan bahwa pengelolaan mangrove lebih sebagai pencitraan proyek ketimbang upaya perlindungan nyata.
Aspek Sosial Ekonomi yang Sering Diabaikan
Masyarakat pesisir sebenarnya memiliki keterkaitan langsung dengan keberadaan mangrove, baik sebagai tempat mencari nafkah seperti nelayan
petambak, hingga pencari kayu dan hasil hutan non-kayu lainnya. Sayangnya, banyak kebijakan konservasi atau rehabilitasi tidak mengakomodasi kebutuhan
ekonomi masyarakat ini. Bahkan, beberapa kasus menunjukkan bahwa masyarakat justru kehilangan akses ke wilayah mangrove setelah proyek dijalankan, tanpa diberi alternatif penghidupan yang layak.
Evaluasi Kritis dari Akademisi dan LSM
Berbagai akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyuarakan pentingnya pendekatan partisipatif dalam pengelolaan mangrove. Model pengelolaan berbasis komunitas terbukti lebih berhasil dalam menjaga keberlanjutan. Beberapa daerah seperti di Kabupaten Demak, Sulawesi Selatan, dan Bali menunjukkan bahwa ketika masyarakat dilibatkan sejak awal dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan, kawasan mangrove bisa dipulihkan dengan hasil yang lebih tahan lama.
Kebijakan Pemerintah Masih Perlu Perbaikan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menaruh perhatian lebih pada konservasi mangrove dalam beberapa tahun terakhir.
Termasuk dalam program rehabilitasi 600 ribu hektare mangrove yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Namun, implementasi di lapangan masih diwarnai tantangan. Banyak proyek yang dikerjakan terburu-buru demi mengejar target, dan kualitas penanaman serta jenis vegetasi yang digunakan sering kali tidak sesuai dengan karakteristik lokal.
Pendekatan Baru untuk Masa Depan Mangrove
Untuk menciptakan pengelolaan mangrove yang inklusif dan berkelanjutan, dibutuhkan pendekatan baru. Pertama, partisipasi aktif masyarakat lokal harus menjadi syarat utama dalam setiap program rehabilitasi. Kedua, pelatihan dan pendampingan perlu diberikan agar masyarakat memiliki kapasitas untuk mengelola kawasan tersebut secara mandiri. Ketiga, pemerintah perlu mengadopsi sistem insentif bagi kelompok masyarakat yang berhasil menjaga kawasan mangrove, seperti melalui skema pembayaran jasa lingkungan.
Mangrove sebagai Aset Ekologis dan Ekonomi
Mangrove seharusnya tidak hanya dipandang sebagai wilayah konservasi, tetapi juga sebagai sumber daya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ekowisata mangrove, budidaya perikanan ramah lingkungan, dan pemanfaatan hasil hutan non-kayu secara lestari bisa menjadi contoh pemanfaatan yang memberi nilai tambah.
Dengan pendekatan yang tepat, mangrove dapat menjadi aset strategis dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan ekonomi pesisir.
Kesimpulan
Pengelolaan mangrove di Indonesia harus keluar dari kerangka elitis dan proyek jangka pendek. Melibatkan masyarakat, memperhatikan aspek sosial ekonomi
serta fokus pada keberlanjutan adalah kunci sukses menjaga ekosistem mangrove. Jika tidak, Indonesia bisa kehilangan salah satu kekayaan alam terbesarnya hanya karena kegagalan dalam manajemen.
Baca juga: Legislator Soroti Proyek Rehabilitasi Sekolah, Di Ibu Kota Jakarta