Bandung Barat Kreasikan Sampah Plastik Jadi Bangku Sekolah, Jeje Turun Tangan

Bandung Barat Kreasikan Sampah Plastik Jadi Bangku Sekolah, Jeje Turun Tangan

Kabupaten Bandung Barat kembali menjadi sorotan positif berkat terobosan kreatif di bidang pengelolaan sampah.

Di bawah kepemimpinan Bupati Hengky Kurniawan yang akrab disapa Jeje, pemerintah daerah setempat

meluncurkan pilot project pemanfaatan sampah plastik menjadi bangku sekolah.

Inisiatif ini tidak hanya bertujuan mengurangi volume sampah yang menumpuk, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi dunia pendidikan.

Langkah progresif ini muncul sebagai respons terhadap dua persoalan besar yang kerap membelit daerah-daerah di Indonesia

penanganan limbah plastik yang belum maksimal dan keterbatasan fasilitas pendidikan, terutama di sekolah-sekolah yang minim anggaran.

Bandung Barat Kreasikan Sampah Plastik Jadi Bangku Sekolah, Jeje Turun Tangan
Bandung Barat Kreasikan Sampah Plastik Jadi Bangku Sekolah, Jeje Turun Tangan

Bandung Barat Kreasikan Sampah Plastik Jadi Bangku Sekolah, Jeje Turun Tangan

Bandung Barat, seperti banyak wilayah lain di Indonesia, menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik.

Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup setempat, rata-rata produksi sampah plastik mencapai 30 hingga 40 ton per hari, sebagian besar berasal dari rumah tangga dan aktivitas pasar tradisional.

Di sisi lain, banyak sekolah di pelosok Bandung Barat yang masih kekurangan sarana dan prasarana belajar.

Kursi dan bangku rusak, ruang kelas tidak layak, hingga keterbatasan alat pembelajaran menjadi masalah yang cukup krusial.

Melihat persoalan ini, Jeje menggagas ide untuk menghubungkan dua tantangan tersebut melalui sebuah solusi inovatif.


Jeje Pimpin Langsung Peluncuran Pilot Project

Peluncuran proyek pilot daur ulang sampah plastik menjadi bangku sekolah dilakukan langsung oleh Bupati Jeje dalam sebuah acara yang berlangsung di salah satu sekolah dasar negeri di Lembang. Dalam sambutannya, Jeje menekankan bahwa inisiatif ini adalah bagian dari komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

“Ini bukan sekadar proyek lingkungan, ini investasi masa depan. Kita manfaatkan limbah plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi generasi muda kita,” ujar Jeje dengan penuh semangat.

Bangku sekolah hasil daur ulang ditampilkan langsung di hadapan para guru, siswa, dan warga setempat. Bangku tersebut tampak kokoh, ergonomis, dan menarik secara desain karena dicetak dari campuran plastik daur ulang seperti botol, kantong kresek, dan kemasan sachet yang dilebur menjadi bahan komposit.


Proses Pengolahan Sampah Menjadi Produk Bernilai

Proyek ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari bank sampah lokal, komunitas daur ulang, pelaku UMKM, hingga mitra

teknis dari startup teknologi ramah lingkungan. Prosesnya dimulai dari pengumpulan sampah plastik terpilah dari rumah tangga dan sekolah.

Setelah itu, sampah dibersihkan dan dicacah menjadi butiran kecil, kemudian dipanaskan menggunakan teknologi plastic extrusion dan dicetak menjadi bentuk bangku dengan desain khusus untuk sekolah dasar dan menengah. Setiap satu bangku memerlukan sekitar 4–5 kg plastik bekas, sehingga secara langsung membantu mengurangi timbunan sampah yang tidak terolah.


Respons Positif dari Guru dan Siswa

Kehadiran bangku sekolah dari limbah plastik ini mendapat sambutan hangat dari pihak sekolah. Para guru merasa bangga bahwa sekolah mereka kini menjadi bagian dari program berwawasan lingkungan. Bahkan, siswa pun tampak antusias dan merasa memiliki pengalaman unik duduk di atas bangku yang “terbuat dari sampah”, namun terasa nyaman dan estetik.

“Awalnya saya pikir bangkunya akan ringkih, ternyata kuat sekali. Dan yang paling penting, ini bikin saya semangat belajar karena berbeda dari biasanya,” ungkap Rizki, siswa kelas 5 SDN Cihanjuang.


Efisiensi Anggaran dan Keberlanjutan Program

Salah satu nilai tambah dari program ini adalah efisiensi anggaran. Pemerintah tidak perlu mengalokasikan dana besar untuk pengadaan bangku kayu atau besi yang mahal dan mudah rusak. Dengan sistem daur ulang, biaya produksi bangku bisa ditekan hingga 30–40 persen dibandingkan harga pasaran, dengan kualitas yang tidak kalah.

Jeje mengungkapkan bahwa jika program ini sukses di tahap uji coba, pemerintah akan mendorong replikasi di seluruh kecamatan di Bandung Barat, serta membuka peluang kolaborasi dengan dunia usaha untuk menciptakan ekosistem ekonomi sirkular lokal.


Edukasi Lingkungan Lewat Aksi Nyata

Tak hanya berhenti pada pengadaan bangku, program ini juga dibarengi dengan edukasi lingkungan di sekolah-sekolah. Melalui pendekatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler, siswa diajak memahami pentingnya memilah sampah, mengenal jenis plastik yang bisa didaur ulang, serta memahami proses konversi sampah menjadi produk bermanfaat.

Beberapa sekolah bahkan mulai menerapkan sistem point reward bagi siswa yang membawa sampah plastik dari rumah untuk disumbangkan ke bank sampah sekolah. Poin tersebut bisa ditukar dengan alat tulis, makanan sehat, atau akses ke kegiatan belajar tambahan.

Baca juga:Rekomendasi Celana Kulot Wanita, Harga Mulai Rp 80.000-an


Kolaborasi dan Dukungan dari Masyarakat

Suksesnya proyek ini tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat. Komunitas lokal seperti ibu-ibu PKK, pemuda karang taruna, dan pengelola

bank sampah menjadi motor penggerak utama. Mereka dilibatkan sejak tahap awal, mulai dari edukasi, pengumpulan, hingga pemilahan dan distribusi sampah.

Selain itu, beberapa perusahaan lokal juga mulai menunjukkan minat untuk menjadi sponsor program daur ulang ini sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).


Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski banyak mendapat apresiasi, program ini tetap menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranya adalah keterbatasan alat daur ulang, kapasitas produksi yang masih kecil, serta kendala distribusi ke daerah-daerah terpencil.

Namun, Jeje tetap optimis bahwa tantangan ini bisa diatasi dengan memperkuat sinergi antar sektor.

Ia menyatakan bahwa pemerintah akan memperluas kemitraan dan mengajukan dukungan dari pemerintah pusat agar proyek inovatif ini bisa menjadi program percontohan nasional.

“Kami ingin menjadikan Bandung Barat sebagai contoh nyata bahwa sampah plastik bisa diubah menjadi masa depan yang lebih baik,” tutup Jeje.


Kesimpulan: Inovasi Lokal untuk Perubahan Global

Program pengolahan sampah plastik menjadi bangku sekolah di Bandung Barat membuktikan bahwa inovasi lokal bisa menjadi solusi global.

Dengan pendekatan partisipatif, efisien, dan berkelanjutan, proyek ini tidak hanya menyelesaikan dua

persoalan sekaligus—sampah dan pendidikan—tetapi juga membentuk kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya tanggung jawab lingkungan.

Langkah Jeje dan jajarannya merupakan cerminan bahwa kepemimpinan yang progresif dan berpihak

pada rakyat dapat membawa perubahan positif, bahkan dari sesuatu yang sering dianggap sepele: sampah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *