Asal-usul Celana Chino: Busana Perang yang Jadi Tren Perkotaan

Asal-usul Celana Chino: Busana Perang yang Jadi Tren Perkotaan

Celana chino saat ini telah menjadi salah satu pilihan utama dalam dunia fashion pria dan wanita. Dengan potongan yang simpel namun elegan, bahan yang nyaman dipakai, serta warna netral yang mudah dipadukan, celana ini kerap hadir di berbagai suasana—mulai dari kantor hingga kafe, dari acara santai hingga semi-formal. Namun, siapa sangka bahwa celana yang kini menjadi simbol gaya kasual modern ini memiliki akar sejarah yang kuat di dunia militer?

Celana chino bukan hanya sekadar mode, tapi juga hasil dari transformasi panjang dari busana militer menjadi ikon fashion urban. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang asal-usul celana chino, bagaimana ia berkembang dari medan perang hingga mendominasi jalanan kota, serta alasan mengapa chino tetap relevan hingga hari ini.

Asal-usul Celana Chino: Busana Perang yang Jadi Tren Perkotaan
Asal-usul Celana Chino: Busana Perang yang Jadi Tren Perkotaan

Lahir dari Kebutuhan: Chino dan Asal Militer

Sejarah celana chino bermula dari pertengahan abad ke-19, ketika tentara Inggris dan Prancis mulai mencari alternatif pakaian militer yang lebih ringan dan fungsional dibandingkan dengan seragam wol yang digunakan saat itu. Pada masa itu, seragam harus kuat namun tetap fleksibel, mudah dibersihkan, dan nyaman di berbagai kondisi cuaca.

Dalam konteks ini, muncul penggunaan bahan katun twill, yang kemudian dikembangkan oleh tentara Inggris yang bertugas di India. Bahan ini ringan, tahan lama, dan mudah diwarnai. Untuk mengurangi daya tarik visual terhadap musuh (kamuflase), mereka mewarnainya dengan bahan alami seperti lumpur, daun, dan teh, hingga menghasilkan warna cokelat kehijauan yang dikenal sebagai “khaki.”

Tak lama kemudian, tentara Amerika Serikat juga mengadopsi seragam serupa dalam perang Filipina-Amerika pada akhir abad ke-19. Dari sinilah muncul istilah “chino,” yang merujuk pada bahan katun yang diekspor dari China, tempat bahan twill ini diproduksi massal.


Asal Kata ‘Chino’

Nama “chino” berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “dari China.” Pada masa itu, banyak kain katun twill diproduksi di Tiongkok dan dikirim ke Filipina, tempat tentara AS bertugas. Karena itulah, para tentara Amerika mulai menyebut celana katun twill ini dengan sebutan “pantalones chinos” (celana dari China), yang kemudian disingkat menjadi “chino.”

Menariknya, meskipun kata tersebut mengacu pada asal bahan, istilah “chino” akhirnya lebih merujuk pada gaya dan struktur celana—bukan hanya tempat produksinya.


Chino di Era Perang Dunia

Saat Perang Dunia I dan II, celana chino digunakan secara luas oleh militer Amerika sebagai bagian dari seragam tempur maupun seragam formal. Chino dianggap serbaguna karena bisa dipakai dalam latihan militer, aktivitas luar ruangan, hingga acara resmi seperti upacara militer.

Desain celana yang sederhana dengan potongan lurus dan kantong miring membuatnya tidak hanya praktis tetapi juga terlihat rapi. Di sinilah awal mula celana chino mulai menunjukkan daya tarik estetikanya di luar medan perang.


Dari Seragam Militer ke Gaya Sipil

Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak tentara Amerika kembali ke kehidupan sipil dengan masih mengenakan celana chino mereka. Karena bahan dan potongannya nyaman, para veteran ini menjadikan celana tersebut sebagai pakaian sehari-hari.

Pada era 1950-an hingga 1960-an, celana chino mulai diadopsi oleh kalangan mahasiswa, khususnya di universitas Ivy League di Amerika Serikat. Dari situlah muncul tren “Ivy Style”—gaya berbusana khas anak kampus yang memadukan celana chino, kemeja Oxford, dan sweater rajut.

Di Indonesia sendiri, tren ini mulai dikenal di kalangan muda urban pada akhir tahun 1990-an dan semakin populer di awal 2000-an seiring dengan berkembangnya brand lokal dan internasional yang mengangkat gaya kasual-smart dalam koleksi mereka.

Baca juga:Cegah Pengaruh Negatif Gender Ekstrem lewat Pola Asuh Digital


Chino di Era Modern: Simbol Simpel yang Fleksibel

Kini, celana chino hadir dalam berbagai warna dan potongan. Meski warna klasik seperti khaki, navy, dan abu-abu tetap digemari, semakin banyak varian seperti olive, burgundy, atau beige yang menyesuaikan tren warna setiap musim.

Sementara itu, potongan chino pun telah berkembang:

  • Slim fit: potongan ketat di bagian paha dan kaki, cocok untuk tampilan modern.

  • Regular fit: potongan lurus yang nyaman, klasik dan cocok untuk semua usia.

  • Tapered fit: longgar di paha dan mengecil ke bawah, pas untuk tampilan semi-formal.

Keunggulan utama chino dibandingkan jeans atau celana bahan lainnya terletak pada fleksibilitasnya. Chino bisa tampil kasual dengan kaos dan sneakers, tetapi juga formal dengan kemeja dan sepatu pantofel. Inilah mengapa celana chino menjadi pilihan ideal bagi pekerja kantoran, mahasiswa, hingga pelaku industri kreatif.


Fungsi dan Estetika yang Selaras

Selain soal gaya, banyak orang memilih celana chino karena bahannya yang breathable dan tahan lama. Dibandingkan celana formal yang kaku atau jeans yang berat, chino memberikan keseimbangan antara tampilan dan kenyamanan.

Beberapa alasan mengapa chino masih sangat relevan hingga kini:

  • Cocok untuk iklim tropis, karena bahannya menyerap keringat.

  • Tidak terlalu formal, tidak terlalu santai, pas untuk berbagai kesempatan.

  • Tersedia dalam banyak warna dan potongan, mudah disesuaikan dengan gaya pribadi.


Celana Chino dalam Budaya Populer

Celana chino juga mendapat tempat dalam dunia hiburan dan fashion populer. Aktor seperti Steve McQueen, James Dean, hingga Ryan Gosling pernah terlihat mengenakan chino dalam berbagai film maupun sesi pemotretan. Gaya ini menjadi simbol maskulinitas modern yang effortless.

Di dunia fashion kontemporer, rumah mode seperti Ralph Lauren, Tommy Hilfiger, hingga Uniqlo dan brand lokal seperti Erigo, Matoa, dan Roughneck turut menghadirkan koleksi chino dalam berbagai model.


Kesimpulan: Warisan Fungsional yang Menjadi Fashion Ikonik

Dari medan perang hingga jalanan kota, dari seragam militer hingga simbol gaya pria urban, celana chino telah mengalami perjalanan panjang dan penuh makna. Ia bukan hanya produk busana, tetapi juga representasi dari evolusi kebutuhan dan ekspresi gaya hidup manusia.

Ke depan, chino tampaknya akan terus bertahan sebagai item timeless dalam lemari pakaian setiap pria (dan kini juga wanita), karena kepraktisan, kenyamanan, dan fleksibilitas yang tak tergantikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *